Berikut ini akan di uraikan mengenaui Bhuana alit dalam beberapa lontar:
1.
Mikrokosmos/Bhuana
Alit menurut Wrespati Tattwa
Di dalam wrhaspati tattwa dikatakan bahwa pertemuan
dari cetana dan acetana inilah melahirkan semua yang ada di alam semesta ini
dari yang terhalus sampai dengan yang paling kasar. Pada manusia cetana dapat
disamakan dengan jiwa, sedangkan acetana dapat disamakan dengan badan jasmani
dalam semua bagiannya. Fungsi jiwa pada manusia adalah untuk memberi hidup
kepada badan jasmani serta sebagai sumber kesadaran, kebijaksanaan, dari
pikiran. Tanpa adanya jiwa semua aspek badan jasmani akan tidak berfunsi
sebagaimana mestinya.
Jadi dengan demikian aspek psikis,
aktivitas dan bentuk jasmani dari segala makhluk itu tergantung pada evolusi
pertemuannya unsur cetana dan acetana tersebut. Demikian pula jenis tingkatan
daripada kejiwaan, aktivitas dan wujud makhluk itu tergantung juga dari
pertemuan kedua unsure itu.
1. Mikrokosmos (Bhuwana Alit)
dalam Ganapati Tattwa
Sadanggayoga : Pratyaharayoga, Dyahayoga, Pranayamayoga,
Dharanayoga, tarkkayoga dan Semadhiyoga adalah jalan spiritual untuk mencapai
kelepasan, dijelaskan dlam sloka 3 – 8.
3. Ganapati
berkata “Sembahnya hamba putra paduka, selanjutnya beritahukanlah lagi prihal
awal-mula adanya alam semesta ini agar dapat hendaknya hamba putra tuan-ku
mengetahuinya”.
4. Īśwara
bersabda, “Putraku Sang Ganapati, kini perhatikanlah pemberitahuanku, hendak
menjelaskan mengenai hakekat alam semesta. Dari Pańca-Daiwatma lahir Pańca
Tan-Matra, yaitu : dari Brahma lahir bau, dari Wisnu muncul unsur kenikmatan,
dari Rudra timbul mode/bentuk, dari Daku (Iswara) keluar unsur rabaan, dari
Sang-hyang Sadasiwa nada/suara. Lagi pula dari sabda timbul ether, seperti YA
ini rupanya, berwarna bagaikan mutiara bening ; dari sparsa muncul angin,
begini rupanya WI, berwarna putih ; dari rupa keluar sinar, seperti NI ini
modenya, berwarna putih-merah-hitam, dari rasa lahir zat-cair, berupa begini
sebagai O-MA-YE ; hitam warnanya dari gandha timbul tanah, bermode bagaikan OM,
warna kuning, NA bentuk hurufnya berkode spirituil OM-kara. Dan lagi putraku
Sang Ganapati; dari perthiwi terwujudlah bumi, berkat apah muncul air; karena
teja tercipta matahari, bulan dan bintang; oleh karena wahyu adalah angin; dari
akasa lahirlah bunyi/suara; berkat alam semesta lahirlah tumbuh-tumbuhan
(seperti) rumput pohon kayu, tanaman melata, serba kulit-kelopak dan inti serta
segala makhluk (yaitu) binatang/ternak, burung, ikan makhluk halus; demikianlah
macamnya alam semesta itu.
Ganapati berkata, “Sembahnya hamba putra
paduka, berhubungan telah dimengerti segala wejangan pendidikan Bhatara
mengenai hakekatnya alam semesta itu, namun kini beritahukanlah lagi putra
padaku Bhatara agar supaya dapat mengetahui prihal penjelmaan (kelahiran)
manusia ini“.
Īśwara
bersabda, “Putraku Sang Ganapati, tiada berbeda kelahirannya
manusia dengan manifestasinya Dewa,
beserta dengan penciptaannya alam-semesta
sebab manusia itu
juga lahir dari Windu, awal-mulanya OM-kara; bagaimana wujudnya, yakni : Brahma
(dan) Wisnu menciptakan badan-jasmani, yang terbentuk dari unsur tanah dan zat
cair; Rudra mengiptakan alat-pelihat (mata), yang terwujud dari sinar; Daku (
Īśwara) membuat pernapasan, yang berbentuk raba-sentuhan; Sanghyang Śadāśiwa
menciptakan bunyi/suara, yang terwujud dari unsur ether, demikianlah putraku,
jenisnya atma/jiwa yang menjelma (terwujud) menjadi manusia”.
Ganapati berkata, “Sudah tertangkap
segala wejangan Bhatara mengenai hal alam semesta beserta manusia itu, kini
beritahukanlah lagi putra paduka Bhatara prihal statusnya Daiwatma itu dalam
hubungan badan jasmani dan keadaannya di dunia!”
Īśwara
bersabda, “Duhai putraku Sang Ganapati, kini perhatikanlah penjelasanku
padamu, dalam hal status/keadaannya Daiwatma pada tubuh-jasmani; sebab tunggal
juga adanya manusia itu dengan alam semesta ia manusia diapun juga alam
semesta.
Bagaimana sih halnya, yakni: adapun
pada alam semesta Brahma berstatus di Selatan, memelihara tanah/bumi; Wisnu
berstatus di Utara memelihara zat-cair/air; Rudra berstatus di Barat,
mengendalikan matahari, bulan dan bintang; Daku (Īśwara) berstatus di Timur
mengatur udara/angin; Sanghyang Śadāśiwa berstatus di Tengah, memelihara
ether/atmosphere. Dan kalau dalam tubuh manusia, Brahma berstatus dimuladhara,
menghidupkan indera/jasmaniah, berhubungan dengan hidung, memerlukan bau; Wisnu
berstatus di pusat/nawe, memelihara badan jasmani, berhubungan dengan lidah,
memerlukan unsur kepuasan (rasa); Rudra berstatus di hati, mengatur
kesadaran/tekad, berhubungan dengan pandangan mata, menentukan pikiran; Daku
(Īśwara) berstatus di kerongkongan/throat, mengendalikan ketiduran, berhubungan
pada mulut, mengatur nada-suara; Sanghyang Śadāśiwa berstatus di ujung lidah,
menguasai segala pengetahuan, berhubungan dengan telinga, meneliti keadaan
suara. Demikianlah statusnya Daiwatma itu masing-masing dalam tubuh jasmani dan
pada alam semesta
2.
Pada
Manusia (Mikrokosmos) Dalam Bhuwanakosa
Pelapisan alam pada Lontar Bhuwana
Kosa juga disebutkan ada dalam diri manusia. Disebutkan dalam Bhuwana Kosa
bahwa tiga dunia (Tri Loka) yang berwarna merah, berada di dalam pusar. Maha
Loka berwarna tiga (merah, putih, hitam) tempatnya di dalam perut. Jana Loka
(Wisnu Loka), bercahaya hitam pekat, tempatnya di hati. Tapa Loka (Brahma Loka)
di dada. Satya Loka, merupakan alam Brahma Mantra, tempatnya di pangkal leher.
Alam Siwa Purusa (Siwa Purusa Loka) yang juga disebut niratma, tepatnya di leher. Siwantara Loka berada di langit-langit. Alam Kewalya (Kewalya Loka) di dahi, Siwatma (Siwatma Loka) di antara kedua alis, Parama Kewalya (Parama Kewalya Loka) di kepala. Lalu alam Atyanta Suksma (Atyanta Suksma Loka) di rongga kepala, Nirbana Siwa (Nirbana Siwa Loka) di lobang kepala. Kemudian alam paling atas, Parama Nirbana Siwa (Parama Nirbana Siwa Loka) di ubun-ubun.
Alam Siwa Purusa (Siwa Purusa Loka) yang juga disebut niratma, tepatnya di leher. Siwantara Loka berada di langit-langit. Alam Kewalya (Kewalya Loka) di dahi, Siwatma (Siwatma Loka) di antara kedua alis, Parama Kewalya (Parama Kewalya Loka) di kepala. Lalu alam Atyanta Suksma (Atyanta Suksma Loka) di rongga kepala, Nirbana Siwa (Nirbana Siwa Loka) di lobang kepala. Kemudian alam paling atas, Parama Nirbana Siwa (Parama Nirbana Siwa Loka) di ubun-ubun.
Jadi, kalau lapisan-lapisan alam ini dirusak atau didesak oleh peruntukan ruang yang tidak sesuai dengan alam kodratinya, maka akan terjadi kerusakan alam, atau ketidak-stabilan alam (chaos). Sama dengan membuat manusia itu sakit, mengalami kerusakan atau tidak berfungsinya tubuh manusia seutuhnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar